Mengapa Orang Jepang Gak Maen FB
Beberapa
kali saya pernah mengirimkan invitation ke teman mahasiswa Jepang untuk
ikut bergabung di FaceBook (FB). Tapi undangan saya tersebut sangat
jarang ditanggapi oleh teman saya. Ada satu dua orang yang menjadi
anggota, tapi itupun tidak aktif. Hanya sekedar membuka account saja.
Yang lumayan aktif biasanya hanya mahasiswa Jepang yang mempunyai banyak
teman mahasiswa asing. Tahun 2008 Mark Zuckerberg membuat aplikasi
bahasa Jepang untuk menarik lebih banyak peminat FB dari negeri sakura.
Ternyata harapan itu tidak terpenuhi. Memang sebagian besar warga Jepang
sangat tidak terbiasa dengan aplikasi berbahasa Inggris. Tetapi ketika
YouTube membuat aplikasiberbahasa
Jepang, berbondong-bondong orang Jepang mengupload video ke sana.
YouTube relativ lebih disenangi dibandingkan dengan FB. Ternyata bahasa
bukan kendali utama bagi menjamurnya FB di Jepang. readmore
Untuk
menjadi anggota FB, kita diharuskan mengisi data-data pribadi yang
nantinya dicantumkan kepada orang yang menjadi teman kita. Sementara
YouTube cuma mensyaratkan nama (itupun tidak perlu nama asli) dan alamat
email . Di sinilah masalahnya. Sebagian besar orang Jepang tidak mau
memperlihatkan data dan kehidupan pribadinya kepada banyak orang.
Sebagai contoh, dengan memperlihatkan tanggal, bulan dan kelahiran kita,
dipercaya dapat digunakan untuk mengetahui karakter kita yang sangat
berbahaya apabila digunakan untuk kepentingan tidak baik. Selain itu,
orang Jepang juga tidak terlalu suka menonjolkan jati dirinya di hadapan
orang banyak. Mereka terbiasa hidup berkelompok dan bekerja juga dalam
kelompok. Kita mungkin kenal dengan produk walkman, tapi kita tidak tahu
siapa penemunya, kecuali dari Sony Corpporation. Juga tamagochi yang
terkenal itu, oleh perusahannya, sang penemu mendapat perlakuan sama
dengan pegawai lainnya dan dianggap sebagai bagian dari kerja kelompok.
Dalam
berinternetpun, orang Jepang lebih suka memakai identitas lain atau
bukan nama sebenarnya. Tahun 2005 ada satu kisah nyata tentang warga
Jepang yang bercurhat dalam suatu forum Internet. Pemuda Jepang tersebut
adalah orang yang suka dengan komik (manga), game, animasi dan bergaya
agak aneh. Di Jepang orang seperti ini disebut “otaku”. Dalam suatu
perjalanan di kereta api, dia berhasil menolong seorang wanita cantik
berpendidikan tinggi dari gangguan orang mabuk. Keinginannya untuk
mendekati dan mencintai wanita tersebut dicurahkan dalam sebuah forum
Internet. Dalam setiap langkah untuk mendekati sang wanita, dia
menceritakannya di forum tersebut. Banyak sekali tanggapan, saran dan
dukungan kepada pemuda tersebut. Kisah ini akhirnya menjadi populer dan
dijadikan sebuah film, sinetron dan komik dengan judul “Densha Otoko”
(Train Man). Sampai sekarang, identitas asli Train Main ini tidak
diketahui.
Selain
itu, ada juga rasa mawas diri dari orang Jepang untuk tidak membagi
identitas, foto dan kehidupan pribadinya. Terutama para wanitanya.
Mereka tidak mau diganggu oleh orang-orang iseng yang mengetahui
identitas mereka melalui FB. Pernah juga ada kasus ketika seorang
mahasiswi yang punya blog didatangi oleh pemuda Amerika yang ingin
berkenalan dengannya. Sang mahasiswi menolak dan sempat terjadi
kehebohan di kampus. Sejak saat itu ada himbauan di kampus untuk tidak
membuka kehidupan pribadi melalui blog. Demikian cerita salah satu
professor saya. Jadi budaya masih banyak mempengaruhi orang Jepang untuk
tidak sembarangan berinternet. Sementara di Indonesia banyak yang
dengan secara sengaja membagi-bagikan nomor HP, alamat, nomor PIN
BlackBerry dan identitas lainnya di FB mereka. Tanpa disadari, kalau ada
orang yang berniat tidak baik, data-data ini bisa dengan sangat mudah
dimanfaatkan untuk kejahatan.
0 comments:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Post a Comment